Sejarah
Pulau Madura dan Cuplikan Pulau Madura, mengkaji Sejarah Madura sungguh
melelahkan karena literatur yang ada cukup sedikit, untuk pengantar mari kita
baca artikel dibawah ini.
A. BANGKALAN
Pulau
Madura
Beberapa
abad kemudian, diceritakan, bahwa ada suatu negara yang disebut Mendangkamulan
dan berkuasalah seorang Raja yang bernama Sangyangtunggal. Waktu itu pulau
Madura merupakan pulau yang terpecah belah, Yang tampak ialah Gunung Geger di
daerah Bangkalan dan Gunung Pajudan didaerah Sumenep.
Diceritakan
selanjutnya bahwa raja mempunyai anak gadis bernama Bendoro Gung. Yang pada
suatu hari hamil dan diketahui Ayahnya. Raja amat marah dan menyuruh Patihnya
yang bernama Pranggulang untuk membunuh anaknya itu. Karena itu ia tidak
melanjutkan untuk membunuh anak Raja itu tetapi ia memilih lebih baik tidak
kembali ke Kerajaan. Pada saat itu ia merubah nama dirinya dengan Kijahi Poleng
dan pakaiannya di ganti juga dengan Poleng (Arti Poleng,kain tenun Madura). Dan
gadis yang hamil itu didudukkan di atasnya, serta gitek itu di hanyutkan menuju
ke Pulau “Madu Oro”.
Pada
saat si gadis hamil itu merasa perutnya sakit dan segera ia memanggil Kijahi
Poleng. Tidak antara lama Kijahi Poleng datang dan ia mengatakan bahwa Bendoro
Gung akan melahirkan anak. Dengan demikian ibu dan anak tersebut menjadi
penduduk pertama dari Pulau Madura.
Perahu-perahu
yang banyak berlayar di Pulau Madura sering melihat adanya cahaya yang terang
ditempat dimana Raden Segoro berdiam, dan seringkali perahu-perahu itu berhenti
berlabuh dan mengadakan selamatan ditempat itu. Selain daripada itu para
pengunjung memberikan hadiah-hadiah kepada Ibu Raden Segoro maupun kepada anak
itu sendiri. Ibunya merasa sangat takut pula karena itu ia memanggil kijahi
Poleng. Kijahi poleng mengajak Raden Segoro untuk pergi ketepi pantai.
Pada
saat itu memang benar datanglah 2 ekor ular raksasa dan Kijahi Poleng menyuruh
Raden Segoro supaya 2 ekor ular itu didekati dan selanjutnya supaya ditangkap
dan dibanting ke tanah. Tombak itu oleh Kijahi Poleng diberi nama Si Nenggolo
dan Si Aluquro. Sesampainya Patih tersebut di Madura, ia terus menjumpai Raden
Segoro dan mengemukakan kehendak Rajanya. Ibu Raden Segoro mendatangkan Kijahi
Poleng dan minta pendapatnya, apakah kehendak raja dikabulkan atau tidak.
Raden
Segoro berangkat dengan membawa senjata si Nenggolo. Akhirnya Raja
Mendangkamulan atas bantuan Raden Segoro menang didalam peperangan dengan
tentara Cina dan setelah itu Raja mengadakan Pesta besar karena dapat mengusir
musuhnya. Raja bermaksud mengambil Raden Segoro sebagai anak mantunya. Raden
Segoro minta ijin dahulu untuk pulang ingin menanyakan kepada ibunya. Pada saat
itu pula ibu dan anaknya lenyaplah dan rumahnya disebut Keraton Nepa. Karena
itu sampai sekarang 2 tombak itu menjadi Pusaka Bangkalan.
B. SAMPANG
Pada
Zaman Majapahit di Sampang ditempatkan seorang Kamituwo yang pangkatnya hanya
sebagai patih, jadi boleh dikatakan kepatihan yang berdiri sendiri. Sewaktu
Majapahit mulai mundur di Sampang berkuasa Ario Lembu Peteng, Putera Raja
Majapahit dengan Puteri Campa.
Yang
mengganti Kamituwo di Sampang adalah putera yang tertua ialah Ario Menger yang
keratonnya tetap di Madekan. Menurut cerita Demang terus berjalan kearah Barat
Daya diperjalanan ia makan ala kadarnya daun-daun, buah-buahan dan apa saja
yang dapat dimakan, dan kalau malam ia tertidur dihutan dimana ia dapat
berteduh.
Perempuan
tua itu menjawab bahwa pohon yang dimaksud letaknya didesa Palakaran tidak
beberapa jauh dari tempat itu. Dengan diantar perempuan tua tersebut Demang
terus menuju kedesa Palakaran dan diiringi oleh beberapa orang yang bertemu
diperjalanan.
Pada
sauatu saat Demang Palakaran bermimpi bahwa kemudian hari yang akan
menggantikan dirinya ialah Kiyahi Pragalbo yang akan menurunkan
pemimpin-pemimpin masyarakat yang baik, putera yang tertua Pramono oleh ayahnya
disuruh bertempat tinggal di Sampang dan memimpin pemerintah dikota itu.
Ia
kawin dengan puteri Wonorono di Pamekasan karena itu ia juga menguasai
Pamekasan jadi berarti Sampang dan Pamekasan bernaung dalam satu kerajaan,
demikian pula sewaktu Nugeroho (Bonorogo) menggantikan ayahnya yang berkeraton
di Pamekasan dua daerah itu masih dibawah satu kekuasaan, setelah kekuasaan
Bonorogo Sampang terpisah lagi dengan Pamekasan yang masing-masing dikuasai
oleh Adipati Pamadekan (Sampang) dan Pamekasan dikuasai oleh Panembahan Ronggo
Sukawati, kedua-duanya putera Bonerogo.
C. PAMEKASAN
Kabupaten
Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Begitu juga munculnya
sejarah pemerintahan di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis
apalagi prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.
Diperkirakan,
Pamekasan merupakan bagian dari pemerintahan Madura di Sumenep yang telah
berdiri sejak pengangkatan Arya Wiraraja pada tanggal 13 Oktober 1268 oleh
Kertanegara. Jika pemerintahan lokal Pamekasan lahir pada abad 15, tidak dapat
disangkal bahwa kabupaten ini lahir pada jaman kegelapan Majapahit yaitu pada
saat daerah-daerah pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit mulai merintis
berdirinya pemerintahan sendiri.
Terungkapnya
sejarah pemerintahan di Pamekasan semakin ada titik terang setelah berhasilnya
invansi Mataram ke Madura dan merintis pemerintahan lokal dibawah pengawasan
Mataram. Hal ini dikisahkan dalam beberapa karya tulis seperti Babad Mataram
dan Sejarah Dalem serta telah adanya beberapa penelitian sejarah oleh Sarjana
barat yang lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan sosial dan agama,
khususnya perkembangan Islam di Pulau Jawa dan Madura, seperti Graaf dan TH.
Masa-masa
berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan berupa
hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura termasuk
Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama, mulai
dari masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura Barat
(Bangkalan dan Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda yang sempat
menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan menimbulkan
peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke’ Lesap, dan terakhir pada saat terjadinya
pemerintahan kolonial Belanda di Madura.
Hal
ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh Belanda
untuk memadamkan beberapa pemberontakan di Nusantara yang dianggap merugikan
pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk kepentingan
perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang ada didaerah
Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Tenaga
kerja Madura dimanfaatkan sebagai tenaga buruh pada beberapa perkebunan
Belanda. Orang-orang Pamekasan sendiri pada akhirnya banyak hijrah dan menetap
di daerah Bondowoso. Perkembangan Pamekasan, walaupun tidak terlalu banyak
bukti tertulis berupa manuskrip ataupun inskripsi nampaknya memiliki peran yang
cukup penting pada pertumbuhan kesadaran kebangsaan yang mulai berkembang di
negara kita pada zaman Kebangkitan dan Pergerakan Nasional.
D. SUMENEP
Sumenep
merupakan Kabupaten di Jawa Timur yang berada di ujung paling Timur Pulau Madura,
bisa dibilang sebagai salah satu kawasan yang terpenting dalam sejarah Madura.
Kita dapat menjumpai situs-situs kebudayaan yang sampai hari ini masih menjadi
obyek pariwisata.
Di
Kabupaten itu pula, banyak terpencar pulau-pulau kecil yang kaya akan sumber
daya alam dan hasil pertanian. Bahkan, kabupaten ini penuh dengan sejarah
raja-raja yang sampai sekarang masih menjadi objek wisata menarik untuk bahan
tela’ah dan observasi bagi masyarakat. Yang lebih menarik lagi, di kabupaten
ini anda akan temukan sebuah pesantren megah, indah nan modern.
Namanya,
Pondok Pesantren Al-Amein Prenduan. Sebagai pesantren kader yang mencetak
mundzirul qaum, Pesantren ini menjadi bagian sejarah dari Kabupaten Sumenep.
Sebagai bukti, kalau kabupaten ini penuh dengan sejarah, bias kita lihat dari
pintu gerbang masjid agung yang ada di tengah-tengah kota.
Sumber
: 1001-madura.com
NB :
Artikel di ambil dari laman ppmidkmadura.blogpspot.co.id, karena mengalami
gangguan.
0 komentar:
Posting Komentar